Rabu, 20 April 2011

Makna dan Relevansi Kegiatan sehari-hari Sang Buddha dengan kehidupan sekarang

Jadwal Kegiatan sehari-hari Sang Buddha

Sehubungan dengan tugas-tugas Buddha, Komentar Samyutta Nikāya dan sumber lainnya menyebutkan 5 rangkaian sedangkan Komentar Sutta Nipāta menyebutkan hanya 2, menggabungkan 4 yang terakhir menjadi 1, yaitu, rangkaian tugas pagi hari dan rangkaian tugas setelah makan. Namun demikian, intinya tetap sama. Dalam RAPB 2, hal. 1396-1402(catatan tidak ada jam)


Selama empat puluh lima tahun Sang Bhagavā membabarkan Dhamma dengan semangat. Dan setiap hari Ia melakukan kegiatan rutin-Nya tanpa mengenal jenuh.

Kegiatan harian yang dilakukan Sang Bhagava bisa dibagi ke dalam lima sesi, yaitu:

1. kegiatan pagi (purebhatta kicca),

2. kegiatan siang (pacchābhatta kicca),

3. kegiatan waktu jaga pertama malam (purimayāma kicca),

4. kegiatan waktu jaga pertengahan malam (majjhimayāma kicca), dan

5. kegiatan waktu jaga terakhir malam (pacchimayāma kicca).

Kegiatan Pagi (sekitar pukul 04.00 – 12.00)
Sang Bhagava bangun pukul 04.00, kemudian setelah mandi Ia bermeditasi selama satu jam. Setelah itu pada pukul 05.00, Beliau memindai dunia dengan Mata Buddha-Nya untuk melihat siapa yang bisa Ia bantu. Pukul 06.00, Sang Bhagava menata jubah bawah, mengencangkan ikat pinggang, mengenakan jubah atas, membawa mangkuk dana-Nya, lalu pergi menuju ke desa terdekat untuk menerima dana makanan. Terkadang Sang Bhagava melakukan perjalanan untuk menuntun beberapa orang ke jalan yang benar dengan kebijaksanaan-Nya. Setelah menyelesaikan makan sebelum tengah hari, Sang Bhagava akan membabarkan khotbah singkat; Ia akan mengukuhkan sebagian pendengar dalam Tiga Pernaungan. Kadang Ia memberikan penahbisan bagi mereka yang ingin memasuki Persamu
han.



Kegiatan Siang (sekitar pukul 12.00 – 18.00)
Pada waktu ini, biasanya digunakan oleh Sang Bhagava untuk memberikan petunjuk kepada para bhikkhu dan untuk menjawab pertanyaan dari para bhikkhu. Setelah itu Sang Bhagava akan kembali ke bilik-Nya untuk beristirahat dan memindai seisi dunia untuk melihat siapa yang memerlukan pertolongan-Nya. Lalu, menjelang senja, Sang Bhagava menerima para penduduk kota dan desa setempat di aula pembabaran serta membabarkan khotbah kepada mereka. Saat Sang Bhagava membabarkan Dhamma, masing-masing pendengar, walaupun memiliki perangai yang berlainan, berpikir bahwa khotbah Sang Bhagava ditujukan secara khusus kepada dirinya. Demikianlah cara Sang Bhagava membabarkan Dhamma, yang sesuai dengan waktu dan keadaannya. Ajaran luhur dari Sang Bhagava terasa menarik, baik bagi khalayak ramai maupun kaum cendekia.

Kegiatan Waktu Jaga Pertama Malam (sekitar pukul 18.00 – 22.00)
Setelah para umat awam pulang, Sang Bhagava bangkit dari duduk-Nya pergi mandi. Setelah mandi, Sang Bhagava mengenakan jubah-Nya dengan baik dan berdiam sejenak seorang diri di bilik-Nya. Sementara itu, para bhikkhu akan datang dari tempat berdiamnya masing-masing dan berkmpul untuk memberikan penghormatan kepada Sang Bhagava. Kali ini, para bhikkhu bebas mendekati Sang Bhagava untuk menghilangkan keraguan mereka, ntuk meminta nasihat-Nya mengenai kepelikan Dhamma, untuk mendapatkan objek meditasi yang sesuai, dan untuk mendengarkan ajaran-Nya.

Kegiatan Waktu Jaga Pertengahan Malam (sekitar pukul 22.00 – 02.00)
Rentang waktu ini disediakan khusus bagi para makhluk surgawi seperti para dewa dan brahma dari sepuluh ribu tata dunia. Mereka mendekati Sang Bhagava untuk bertanya mengenai Dhamma yang selama ini tengah mereka pikirkan. Sang Bhagava melewatkan tengah malam itu sepenuhnya untuk menyelesaikan semua masalah dan kebingungan mereka.





Kegiatan Waktu Jaga Terakhir Malam (sekitar pukul 02.00 – 04.00)
Rentang waktu ini dipergunakan sepenuhnya untuk Sang Bhagava sendiri. Pukul 02.00 sampai 03.00, Sang Bhagava berjalan-jalan untk mengurangi penat tubuh-Nya yang menjadi kaku karena duduk sejak fajar. Pukul 03.00 sampai 04.00, dengan perhatian murni, Ia tidur di sisi kanan-Nya di dalam Bilik Harum-Nya.
Terus selanjutnya untuk hari berikutnya berulang lagi sampai hati terakhirnya.

Demikianlah kegiatan harian yang dilakukan oleh Sang Bhagava, yang Ia lakukan sepanjang hidup-Nya.



Jawaban mengenai makna peristiwa dan relevansi antara kegiatan keseharian Buddha dengan kehidupan sekarang

Makna :  Menurut ajaran Buddha terlahirnya kita sebagai manusia merupakan hal yang sangat membahagiakan. Itu berarti kita mendapatkan kesempatan untuk menjalani kehidupan benar agar dapat memutuskan roda samsara. Kita menyadari bahwa keberadaan kita sebagai manusia merupakan hasil dari perbuatan-perbuatan baik kita. Kita juga tahu bahwa setiap perbuatan (kamma) mempunyai efek-efek yang saling bertalian. Berikut diberikan beberapa bentuk kehidupan yang tidak menguntungkan ada Delapan kehidupan yang tidak beruntung adalah:

(1).    Kehidupan di alam yang terus-menerus mengalami penderitaan (Niraya); ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di alam ini tidak dapat melakukan kebajikan karena mengalami penderitaan dan siksaan terus-menerus.

(2).  Kehidupan di alam binatang; ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di alam ini selalu ketakutan sehingga tidak dapat melakukan kebajikan dan tidak dalam posisi yang dapat mengenali kebajikan dan kejahatan.

(3).   Kehidupan di alam peta; ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di alam ini tidak dapat melakukan kebajikan karena selalu merasakan kepanasan dan kekeringan, dan menderita kelaparan dan kehausan terus-menerus.

(4).  Kehidupan di alam brahmà yang tidak memiliki kesadaran (asaῆῆāsatta-bhūmi): ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di alam ini tidak dapat mendengarkan Dhamma karena tidak memiliki indra pendengaran.

(5).  Kehidupan di wilayah seberang dunia: ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di wilayah tersebut tidak dapat dikunjungi oleh para bhikkhu, bhikkhunã, dan siswa-siswa Buddha lainnya; ini adalah tempat bagi mereka yang memiliki tingkat kecerdasan yang rendah; makhluk-makhluk di sana tidak dapat mendengarkan Dhamma meskipun mereka memiliki indra pendengaran

(6). Kehidupan di mana seseorang menganut pandangan salah: ini tidak menguntungkan karena seseorang yang menganut pandangan salah tidak dapat mendengar dan mempraktikkan Dhamma meskipun ia hidup di Wilayah Tengah tempat munculnya Buddha dan gema Dhamma Buddha berkumandang di seluruh negeri tersebut.

(7).  Terlahir dengan indra yang cacat: ini tidak menguntungkan karena sebagai akibat perbuatan buruk yang dilakukan dikehidupan lampaunya, kesadaran kelahirannya tidak memiliki tiga akar yang baik, yaitu: ketidakserakahan, ketidakbencian, dan ketidakbodohan (ahetuka-patisandhika); oleh karena itu ia memiliki indra yang cacat seperti penglihatan, pendengaran, dan lain-lain. Dan dengan demikian tidak dapat melihat seorang Buddha dan mendengarkan ajarannya atau mempraktikkan Dhamma yang diajarkan meskipun ia terlahir di Wilayah Tengah dan tidak menganut pendangan salah.

(8).   Kehidupan di mana tidak ada kemunculan Buddha: ini tidak menguntungkan karena pada saat itu seseorang tidak dapat berusaha mempraktikkan Tiga Latihan moralitas (sīla), konsentrasi pikiran (samādhi), dan kebijaksanaan (paῆῆā) meskipun ia terlahir di Wilayah Tengah, memiliki indra yang baik dan menganut pandangan benar yaitu percaya akan hukum kamma.



Tidak seperti delapan kehidupan yang tidak menguntungkan ini (akkhaa), ada kehidupan kesembilan yang menguntungkan yang disebut Buddh’uppāda-navamakkhana karena dalam kehidupan ini, muncul seorang Buddha. Terlahir dalam waktu demikian dengan indra yang baik dan menganut pandangan benar memungkinkan seseorang untuk berusaha mempraktikkan Dhamma yang diajarkan Buddha. Kehidupan ke sembilan ini, di mana muncul seorang Buddha (Buddh’uppāda-navamakkhana) meliputi seumur hidup Buddha sejak ia mengajarkan Dhamma dan selama ajarannya tumbuh berkembang dengan subur.



Dengan mengetahui hal ini maka sebagai umat Buddha sekarang ini yang terlahir sebagai manusia dengan indra yang baik dan menganut pandangan benar hidup selagi Buddhadhamma masih berkembang, kita telah bertemu dengan kesempatan yang sangat jarang Buddh’uppàda-navamakkhana. Terlepas dari kesempatan yang membahagiakan ini, jika mereka mengabaikan kebajikan mempraktikkan latihan moralitas (sīla), konsentrasi pikiran (samādhi), dan kebijaksanaan (paῆῆā), mereka akan melewatkan kesempatan emas. Kesempatan untuk terlahir dalam delapan kehidupan yang tidak menguntungkan ini (akkhaa) adalah sangat besar, sedangkan kesempatan terlahir pada masa berkembangnya ajaran Buddha adalah sangat kecil. Hanya sekali dalam sejumlah tidak terhitung banyaknya kappa yang sangat lama sekali seorang Buddha muncul dan kesempatan Buddh’uppàda-navamakkhana bagi mereka yang beruntung adalah sangat sulit diperoleh.

Umat Buddha yang baik sekarang ini memiliki dua berkah: pertama adalah berkah karena terlahir pada masa ajaran Buddha sedang berkembang di dunia, yang sangat jarang terjadi, dan berkah lainnya adalah terlahir sebagai manusia yang memiliki pandangan benar. Dalam kesempatan yang sangat menguntungkan Buddh’uppàda-navamakkhana ini, mereka harus merenungkan dengan sunguh-sungguh, “Bagaimanakah kita dapat mengetahui ajaran Buddha? Kita tidak boleh melewatkan kesempatan emas Buddh’uppàda-navamakkhana ini. Jika terlewatkan, kita akan menderita dalam waktu yang lama di empat alam sengsara.”

Dengan memahami hal ini, sebagai makhluk yang beruntung yang telah bertemu dengan Buddh’uppàda-navamakkhana, suatu kesempatan yang sangat jarang terjadi ini, kita harus berusaha mengembangkan tiga kebajikan mulia sīla, samādhi, dan paῆῆā, yang diajarkan oleh Buddha sampai tercapainya Kearahattaan.



Relevansi

Dalam perjalanan pembabaran dhamma yang dilakukan oleh sang Buddha sungguh sangat luar biasa, mengapa dikatakan demikian karena  tidak ada sedikit pun terdengar atau tertulis kata lelah, memang setelah mencapai pencerahan dan menjadi seorang Buddha maka selanjutnya adalah menjalankan tugas sebagai seorang Buddha yang disebut Buddha Kicca (berdasarkan kegiatan sehari-hari Sang Buddha), dalam hal yang bisa kita jadikan contoh serta masih dapat dilihat relevansi yaitu mengenai :

Kepandaian, hal ini tidak bisa kita pungkiri karena sebelum mencapai pencerahan pun guru agung kita memang memiliki kemaapuan belajar yang luar biasa, dan sekarang kita sebagai umat Buddha sudah seharusnya mengikuti jejak guru kita jelas kepandaian yang dimiliki itu bukan datang begitu saja, guru agung kita pun belajar, jadi kita pun harus belajar dengan harapan bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi mahluk lain.

Menajemen waktu, untuk hal ini dapat dirasakan bagaimana jadwal Sang Buddha sungguh sangat padat istirahat hanya satu jam saja, bagaimana dengan kita sebagai Buddhis? Jelas dengan mengetahui kegiatan keseharian Sang Buddha kita sebagai umat Buddha sudah seharusnya bisa mengatur waktu sedemikian rupa agar semua dapat terlaksana terutama dalam hal berbagi dengan yang lain.

Semangat, sudah tidak dapat diragukan lagi bahwa sang Buddha selalu bersemangat dalam membabarkan dhamma dari bangun pagi sampai pada malam hari senantiasa memberikan pengetahuan kepada para pendengarnya, dalam kehidupan sekarang bila kita dapat mengikuti langkah ini akan tetapi tidak sepenuhnya sama terutama dalam dalam pembagian waktu dimana sebagian waktu bisa kita gunakan untuk berbagi dengan yang lain, membantu yang lain dalam hal pengetahuan dhamma, juga untuk diri kita sendiri, dalam hal bekerja kita sebagai pekerja sudah tentu membutuhkan semangat karena jelas sebagai manusia pasti mengalami yang namanya kejenuhan dalam melewati keseharian, dengan memahami semangat yang ada pada diri guru kita maka bisa dijadikan acuan bahwa kita juga sebagai umatnya harus bisa menunjukkan bahwa semangat yang ada pada guru kita juga ada pada kita, sehingga hari-hari yang kita lalui akan penuh dengan makna karena selalu diisi dengan semangat terutama semangat-semangat yang baru.

Kesabaran, Salah satu pesan yang sangat penting yang pernah diungkapkan oleh Buddha dihadapan 1250 orang-orang suci adalah kesabaran sesungguhnya latihan untuk membina diri yang tertinggi. Kalau kita berhadapan atau mengalami keadaan yang menyenangkan disekitar kita, semua bersikap baik, berkata-kata ramah kepada kita, maka kita bisa bersikap sabar. Tetapi menurut Buddha , menghadapi hal-hal yang menyenangkan bukanlah sikap bersabar. Justru kesabaran adalah sikap yang tetap tenang, dilandasi dengan pengertian yang benar, pada saat kita menghadapi atau mengalami kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan. Orang-orang lain atau teman-teman yang berperilaku tidak baik kepada kita, pada saat itulah sesungguhnya kesempatan yang sangat baik bagi kita untuk melatih kesabaran. Dengan mamahami bahwa kesabaran ini merupakan dasar latihan tertinggi maka senantiasa kita sabagai umat Buddha harus mengingat hal ini sebagai sebuah hal yang baik.

Kasih sayang, dalam hal ini sangat jelas Buddha tidak pernah membeda-bedakan umatnya dengan berbagai macam kelompok ini semua didasari atas rasa kasih sayangnya kepada kita semua saat ini yang sedang belajar mengenai ajaranNya, kasih sayang yang ditunjukkan oleh guru kita merupakan kasih sayang sangat universal, dari sini dapat kita tarik sebuah relevansi dengan keseharian kita bagimana kita bisa menerapkan hal ini dalam wujud yang nyata, tidak hanya secara teori bahwa berbuat baik itu penting, akan tetapi kita benar-benar melakukan secara sadar dan penuh dengan kebajikan inilah yang dinamakan berpraktik sesungguhnya. Dari bangun tidur sudah bertekad “semoga hari ini saya bisa berbuat kebajikan dengan penuh kesadaran dan senantiasa melimpahkan jasa kebajikan kepada semua mahluk”.   

Metode mengajar yang efektif dan efisen,  ini yang perlu kita pelajari terutama dari sisi teknik karena guru kita ini memiliki cara yang sangat baik dalam memberikan pengertian kepada para pendengarnya, relevansi di dalam kehidupan kita sekarang hendaknya kita juga bisa mengikuti cara-cara yang dipakai oleh sang Buddha dalam menjelaskan sesuatu baik itu mengenai pakerjaan bila kita memiliki bawahan, atau mengenai hal yang berhubungan dengan keluarga bagaimana cara kita mengajar anak-anak kita agar mereka bisa menerima pengalaman kita sebagai orang tua menjadi materi belajar untuk mereka, bisa juga antar teman baik itu teman sekerja atau teman di lingkungan kita tinggal, semua hal yang efisien dan efektif ini perlu kita kembangkan terus sehingga banyak hal yang bisa kita capai dengan cara yang tepat dan waktu yang singkat.  

Akusala Cetasika 14

Akusala Cetasika 14

Dalam keseharian kita tidak terlepas dari berbagai macam kondisi, salah satunya yaitu berhubungan dengan pihak lain, atau lebih tepatnya dengan mahluk lain. Disaat kita berinteraksi dengan pihak lain maka akan muncul kondisi atau keadaan yang akan membawa kita kedalam situasi pikiran yang bermacam – macam dan menimbulkan kesan yang bermacam – macam pula, sesuai dengan keadaan yang terjadi. Baik itu berupa kesan yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan, apabila menyenangkan kita akan merasa bahagia dan sebaliknya apabila tidak menyenangkan maka kita akan segera menolak kondisi yang terjadi. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa ada dua macam pikiran seperti tersebut diatas yaitu pikiran yang baik dan pikiran yang tidak baik yang akan dibahas pada saat ini adalah yang tidak baik.

Apabila dalam diri seseorang timbul pikiran yang tidak baik pada saat orang tersebut merasakan atau mengalalmi  ketidaknyamanan, maka dalam pikiran yang tidak baik itu terdapat bentuk – bentuk batin yang tidak baik pula, bentuk batin yang tidak baik dan menyertai pikiran yang tidak baik inilah yang disebut dengan Akusala cetasika, dan dalam Akusala cetasika ini terdapat pembagian sebanyak empat belas macam cetasika, oleh karena itu Akusala cetasika ini disebut dengan Akusala cetasika 14, yang mana dari keempat belas jenis ini dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu :

Ø  Mocatuka Cetasika 4

Mocatuka cetasika berarti bentuk-bentuk batin dan moha cetasika menjadi pemimpin.

Mocatuka cetasika terdiri atas empat jenis yaitu :

14.         Moha bukan berarti bodoh atau tidak pintar, moha merupakan lawan dari paῆῆā sehingga akan memiliki arti sebagai tidak memiliki kebijaksanaan. Jadi moha terdapat juga pada batin orang yang pandai.

Cirinya adalah kebutaan batin atau tanpa pengetahuan, fungsinya adalah tanpa penembusan, atau menutupi keadaan obyek yang sebenarnya, manifestasinya adalah kebutaan batin sebab yang terdekat adalah perhatian pada hal yang tidak baik.

Secara umum moha adalah ketidak-tahuan akan sesuatu sebagai benar atau salah, secara khusus moha adalah ketidak-tahuan yang menghalangi batin akan segala sesuatu sebagaimana adanya yaitu bersifat tidak kekal, tidak memuaskan, dan tanpa jiwa yang kekal. 

Ada dua jenis moha, yang pertama Anusaya moha yaitu moha yang secara laten ada dalam batin seseorang. Moha inilah yang menutupi batin manusia duniawi sehingga tidak mampu melihat segala sesuatu apa adanya, karena tertutupi maka batin manusia duniawi tidak mampu menembus tiga ciri umum, hukum kamma dan akibatnya, empat kebenaran mulia, hukum sebab musabab yang saling bergantungan.

Yang kedua adalah pariyuṭṭhāna moha yaitu moha yang muncul dan menutupi batin seseorang sehingga tidak mampu mengetahui baik sebagai baik dan buruk sebagai buruk.      

Contoh : seseorang yang memiliki kemampuan untuk membuat sebuah program komputer itu berarti ada kepintaran didalam dirinya akan tetapi karena kesenangannya untuk membuat heboh maka yang dibuat bukanlah program komputer yang akan bermanfaat bagi orang banyak melainkan virus komputer yang akan membuat orang lain susah.





15.         Ahirika berarti tidak merasa malu , yaitu tidak mempunyai rasa malu untuk berbuat jahat.

 Cirinya adalah tidak merasa jijik (ajigucchana) dan tidak merasa malu (alajjā) pada perbuatan jahat  dan hal buruk lainnya.

Perbuatan jahat yang dilakukan oleh seseorang jelas akan mengakibatkan hal yang tidak baik pula bagi pelakunya, perbuatan jahat diibaratkan dengan kotoran dan ahirika diibaratkan seperti babi, dari sini dapat dilihat bahwa seekor babi tidak merasa  jijik dengan kotoran bahkan seekor babi menyukai untuk berada dekat dengan kotoran-kotoran, oleh karena itu seseorang yang memiliki rasa malu, takut untuk berbuat jahat karena sebelum mereka melakukan suatu perbuatan yang tidak baik mereka sudah mengetahui dampak dari apa yang akan dilakukan dan sebaliknya seseorang yang tidak takut pada perbuatan jahat maka akan merasa biasa saja atau merasa tidak bersalah atas perbuatan jahatnya.

Contoh : seorang pencuri tahu akibat akan perbuatannya bila ketahuan akan di habisi oleh massa yang melihatnya dan bila tertangkap pastilah di penjara.



16.         Anottappa berarti tidak ada takut dan nekat, yaitu tidak mempunyai rasa takut kan akibat dari perbuatan jahat yang dilakukan, sedangkan nekat berati berani unuk berbuat kejahatan.

Cirinya adalah tidak takut pada akibat perbutan jahat, dan tidak gentar pada akbat perbuatan jahat.

Contoh : seorang calon ibu membunuh calon anak yang ada dalam kandungannya dengan melakukan aborsi hanya karena terpikir bahwa dia tidak sanggup untuk membiaya kehidupan anaknya kelak.

Anottappa ada empat jenis :

1.       Attānuvāda  bhaya (bahaya disalahkan diri sendiri)

Seseorang diliputi rasa bersalah akan kehilangan rasa hormat pada dirinya, dan tidak mampu menghargai dirinya dengan baik yang kemudian hal ini menjadi beban pikiran. Dia selalu dibayangi pikiran buruk karena dirinya tidak seperti yang dibayangkan orang lain, orang lain menganggap dia baik tapi sanubarinya tahu bahwa dirinya tidak sperti itu.

2.       Parānuvāda bhaya (bahaya disalahkan orang lain)

Selama orang lain belum tahu apa yang telah diperbuat, maka mereka tidak akan menyatakan apa-apa namun apabila orang lain mengetahui apa yang telah dilakukan, maka orang lain akan menyalahkan dirin ya, perasaan takut akan disalahkan orang lain akan menjadi beban pikirannya.

3.       Daṇḍa bhaya (bahaya hukuman)

Pelaku kejahatan akan selalu merasa takut akan hukuman yang dijatuhkan pada dirinya baik oleh masyarakat maupun pengadilan

4.       Dugati bhaya (bahaya terlahir dialam menyedihkan)           

Pelaku kejahatan akan selalu merasa takut pada saat menjelang ajal, karena mereka   takut telahir dineraka akibat perbuatan jahatnya, perasaan takut ini yang akan menjadi beban pikirannya.





17.         Uddhacca berarti kegelisahan atau kekacauan pikiran yaitu,  kegelisahan berkenaan dengan sebuah obyek.

Cirinya tidak tenang, fungsinya memposisikan batin selalu tidak tetap, manifestasinya adalah kebingungan dan sebabterdekatnya adalah perhtian pada hal yangtidak baik.

Contoh : karena tidak tercapai sebuah keinginan seperti ingin memiliki motor baru tetapi tidak terbeli selalu saja ada halangan dari uang yang terkumpul sehingga di setiap malam sebelum tidur terbayang-bayang bahwa sedang mengendarai motor dan dalam tidurnya selalu terbangun bahwa motor itu hilang.



Ø  Lotika Cetasika 3

Lotika Cetasika bentuk-bentuk batin dan lobha cetasika menjadi pemimpin, dan lotika cetasika terdiri atas tiga jenis yaitu :

18.         Lobha berarti kerinduan atau mendambakan diri sendiri atau melulu serakah yaitu keterikatan pikiran pada objek-objek.

Cirinya adalah mencengkeram objek bagaikan mengikat monyet, fungsinya adalah melekat bagaikan sepotong daging yang dimasukkan kedalam panci yang panas, manifestasinya tidak melepas bagaikan polesan minyak pada baju, sebab yang terdekat adalah melihat kesenangan pada segala hal yang membelenggu.

Lobha ada lima jenis :

1.       Pema (keterikan pada rasa sayang)

Pema berarti rasa sayang antara : suami istri, orang tua dengan anak-anaknya, saudara dan teman,  dimana rasa sayang ini menjadi belenggu (saṁyojana) yang mengikat satu dengan yang lainnya.

2.       Taṇhā (keterikatan pada kerinduan)

Taṇhā adalah nafsu keinginan atau kehausan yanng merindukan sesuatu (obyek) yang disenangi.

3.       Kāma (keterikatan pada kesenangan)

Ada lima jenis objek yaitu : wujud, suara, bau, rasa cicipan, dan sentuhan adalah objek kesenangan indra, biasa disebut kāmaguṇa (tali yang menyenangkan)

4.       Rāga (keterikatan pada hawa nafsu)

Diantara lima objek kesenangan indra, maka sentuhan terutama pada saat persetubuhan berlangsung merupakan yang paling kuat dan paling didambakan.

5.       Samudaya (asal mula dukkha)

Dalam klasifikasi empat kebenaran mulia, lobha (taṇhā) dikenal sebagai asal mula dukkha.



19.         Diṭṭhi berarti penglihatan atau pandangan dalam hal akusala cetasika maka yang menjadi diṭṭhi adalah micchādiṭṭhi yaitu penglihatan keliru atau melihat diri sendiri secara keliru, atau melulu memandang dengan keliru. Orang yang berpandangan keliru akan menanggap kekal terhadap sesuatu yang tidak kekal, yang tidak benar sebagai yang benar.

Cirinya adalah melekat pada yang buruk , fungsi adalah memegang (maksudnya melakukan pra-anggap), manifestasinya adalah melekat pada sesuatu yang keliru, sebab yang terdekatnya adalah enggan melihat para ariya dan hal yang baik-baik (maksudnya adalah ketidakmauan untuk mengunjungi para suciwan, karena mengunjungi para suciwan mengkondisikan untuk mendengarkan Dhamma yang mencegah bercokolnya pandangan keliru di dalam batin.)

Dalam pengertian umum pandangan keliru yang muncul dalam bentuk kekeliruan dalam memahami, yaitu menginterpretasikan sesuatu dalam cara yang bertentangan dengan kenyataan.  

20.      Māna berarti kesombongan. Orang yang memiliki  māna akan merenungkan nama dan rupa secara salah sehingga menjadi ‘aku’.

Cirinya adalah keangkuhan, fungsinya adalah mengagungkan diri sendiri, menifestasinya adalah kesombongan (arogan), sebab terdekatnya adalah keserakahan yang tidak bersekutu dengan  diṭṭhi (pandangan keliru)



Ø  Docatuka cetasika 4

Docatuka cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang dipimpin oleh dosa cetasika, dan docatuka cetasika terdiri dari empat jenis yaitu :

21.      Dosa berarti kebencian yaitu membenci diri sendiri atau melulu penuh kebencian (pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek)

Cirinya adalah keganasan bagikan bisa ular yang mematikan, fungsinya adalah membakar penopang dirinya bagaikan api didalam hutan, manifestasinya adalah bagaikan saingan yang mengambil kesempatan, sebab terdekatnya adalah kesempatan untuk marah.

Dosa ada dua jenis yaitu :

1.       Paṭigha (kemarahan, kedengkian, atau dendam)

2.       Byāpāda (kemauan jahat)

22.      Issa berarti iri hati bisa juga dikatakan kurang menghargai.

Cirinya tidak mempunyai perasaan lega terhadap keberuntungan orang lain, fungsinya adalah ketidaksenangan, manifestasinya adalah keberhasilan orang lain.



23.      Macchariya berarti kekikiran, egois, sikap mementingkan diri sendiri.

Cirinya menyembunyikan keberhasilan dirinya sendiri, fungsinya tidak toleran untuk berbagi dengan orang lain karena kekikirannya seseorang menjadi tidak dermawan, dan karena sikap mementingkan diri sendiri maka seseorang tidak mau menolong orang lain. Manifestasinya adalah wajah yang cemberut, sebab terdekatnya adalah keberhasilan diri sendiri.



24.      Kukkucca berarti kekhawatiran maksudnya adalah kekhawatiran terhadap perbuatan jahat yang telah dilakukan.

Cirinya penyesalan kemudian, fungsinya adalah meratapi apa-apa yang sudah dikerjakan dan yang belum dikerjakan, manifestasinya adalah penyesalan, sebab terdekatnya adalah hal yang sudah atau belum dikerjakan.

Seseorang akan merasa khawatir jika ia telah melakukan perbuatan tidak baik, atau ia telah melewatkan kesempatan untuk berbuat baik, atau ia belum selesai berbuat baik.



Kukkucca ada dua jenis yaitu :

1.       Kekhawatiran yang berkenaan dengan kelupaan, misalnya mau belajarr lupa membawa buku

2.       Kekhawatiran yang berkenaan dengan kejahatan, misalnay marah terhadap orang yang lebih tua

Ø  Thiduka Cetasika

Thiduka cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang dipimpin oleh thīna cetasika, dan thīna cetasika terdiri dari dua jenis yaitu :

25.      Thīna berarti kemalasan, yaitu kemalsan dari pikiran, dapat juga dikatakan sebagai penyakit dari pikiran, orang yang memiliki sifat thīna ini akan menjadi malas untuk bermeditasi, melakukan puja bakti, dan hal baik lainnya.

Cirinya tanpa usaha, fungsinya meninggalkan semangat, manifestasinya adalah keadaan batin yang tenggelam .

26.      Middha berarti kelesuan, yaitu kelesuan dari tubuh yang merupakan keadaan tidak normal dari bentuk mental, bersama dengan kemalasan (thīna) secara berpasangan (thīnamiddha)merupakan salah satu penghalang dari lima rintangan (nivāraṇa)

Ø  Vicikicchā cetasika

Vicikicchā  cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang dipimpin oleh vicikicchā cetasika, dan  vicikicchā cetasika terdiri dari satu jenis yaitu :

27.   Vicikicchā cetasika  berarti keraguan, yaitu kesulitan atau kelelahan untuk menentukan kondisi sesungguhnya, dengan kata lain ketidakmampuan untuk menegaskan bahwa “sudah seharusnya seperti ini”

Cirinya adalah keraguan, fungsinya adalah menggoyang (keyakinan), manifestasinya adalah tanpa kepastian, sebab terdekatnya adalah perhatian yang tidak baik,









































CONTOH I KASUS AKUSALA CETASIKA 14

JENDELA dan BURUNG
Pada pagi hari, dua orang saudara Beny dan Budiman yg tidur sekamar sama-sama terbangun, mereka sama-sama membuka jendela, Beny membuka satu sisi jendela yang  kiri, dan Budiman membuka satu sisi jendela yang kanan
 Beny, begitu membuka jendela dan melihat pemandangan indah, matahari terbit, langit cerah, burung2 berkicau, ia membatin:

 "Oh, alangkah senangnya, langit sangat indah, suara burung itu begitu merdu, aku sangat menikmati suasana pagi ini..."
 Budiman, sama juga, membuka jendela dan mendapati pemandangan yg sama, dan juga burung2 berkicau, ia membatin:
"Oh, alangkah indahnya pagi ini, langit cerah, dan burung2 sangat bergembira, mereka berkicau dengan bahagia,

oh senangnya melihat kebahagiaan burung2 itu..."
 Dapat dilihat kedua orang ini mengalami suasana yg sama, objek yg sama, sama2 mengalami kebahagiaan, tetapi dasar kebahagiaannya berbeda. Kalau perbedaan ini tidak terlalu penting, mari kita lihat kelanjutan ceritanya.
 Kemudian, seseorang diluar sana menembak burung-burung tersebut. Beberapa ekor mati. Sisanya berhamburan. Tidak ada lagi kicauan burung yg merdu.
 Beny membatin: "Sialan nih, orang itu kurang ajar juga, hilang deh kebahagiaan gua, suara burungnya gak ada lagi."
 Budiman membatin: "Aduh, kasihan burung2 tersebut..."
 Apa perbedaannya? Mari kita analisa.
~ Beny: ia menikmati kebahagiaan dengan memimbulkan faktor bathin Lobha (ketamakan), kemelekatan kepada objek. Sehingga ketika objek kemelekatannya itu dirampas, akan timbul faktor bathin Dosa (kebencian) terhadap subjek yg merampas kebahagiaannya tsb.

Ia menimbulkan dua kali minus: Menikmati atas dasar lobha (-) dan disusul oleh kemarahan (-)
 ~ Budiman: ia menikmati kebahagiaan dengan menimbulkan faktor bathin  Mudita (berbahagia atas kebahagiaan org lain). Sehingga ketika objek tersebut terputus, akan timbul faktor bathin Karuna (turut merasakan penderitaan objek lain).  Ia telah memupuk faktor bathinnya dengan dua kali positif: Mudita (+) dan Karuna (+)


 Objek sama, kondisi sama, waktu yg sama, kebahagiaan sama-sama timbul, tapi bathin berbeda. Karma yg dihasilkan berbeda.












































CONTOH II KASUS AKUSALA CETASIKA 14

CINTA BERUJUNG DUKA

Beny dan Wiwin sudah lama berpacaran dan sudah saling mengenal satu sama lain akan kelebihan maupun kekurangannya. Pada satu hari, Suwadi teman sekantor Wiwin ditugasi untuk membuat satu bahan presentasi oleh perusahaannya, namun harus melibatkan Wiwin sebagai nara sumber; sehingga tidaklah mengherankan bila Suwadi seringkali datang ke rumah Wiwin. Dengan demikian Beny sering kali bertemu Suwadi di rumah Wiwin.
Cermati beberapa situasi yang ada angkanya
Dengan seringnya Suwadi datang ke rumah Wiwin, hubungan mereka semakin dekat sehingga nampak seperti keluarga. Namun lama-kelamaan diam-diam (1) Beny cemburu terhadap Suwadi, jangan-jangan Suwadi ingin merebut kekasih pujaannya itu (2) Beny pun takut kehilangan Wiwin (3) dan akhirnya berupaya agar Wiwin menghindarkan diri dari pertemuan dengan Suwadi (4) Beny tidak ingin melihat Suwadi berbahagia bersama Wiwin (5)
Beny tidak ingin melihat Suwadi senang menikmati kecantikan, keramahan, kecerdasan bahkan kekayaan ataupun semua kualitas Wiwin baik batiniah maupun jasmaniah (6) Wiwin akhirnya berpikir, bahwa selama ini ia sangat bahagia bersama Beny (7) sehingga ia beranggapan bahwa Suwadi ingin merebut kebahagiaannya ( 8 ) Namun ia tidak dapat menghindar dari tugasnya sebagai nara sumber. Dengan berjalannya waktu, Suwadi dan Wiwin semakin dekat dan akhirnya putuslah hubungan Beny dan Wiwin.
(9) Suwadi sangat senang dan bangga akan 'kemenangan'-nya itu (10) Bahkan akhirnya meminta Wiwin untuk menghindari Beny dengan berpikiran agar Beny tidak merebut kembali kemenangannya (11) Beny yang 'dikalahkan' sempat merenung bahwa itu memang kondisi yang menyebabkannya. Namun kejadian itu masih mempengaruhi(12) Beny sehingga pikirannya masih tetap sulit berkonsentrasi atas pekerjaannya. (13) Ia sering melamun. Bila ada ajakan untuk belajar dan berdiskusi tentang kehidupan, (14) ia enggan dan bila terpaksa ikut, (15) ia lamban dalam menanggapi pembicaraan. (16) Pikirannya sering terpecah ke (17) objek-objek kesenangannya yang lampau yang (18) dipikirnya tidak masuk akal karena miliknya itu hilang.
Setelah sering berkonsultasi kepada seorang sahabatnya, psikolog dan psikiater, ia akhirnya menyesali (19) perbuatannya yang telah bodoh telah terlena di dalam keburukan mental di atas. Ia menyesali (20) mengapa ia tidak menyadari bahwa itu adalah buah kamma-nya. Ia menyesali (21) pula mengapa ia tidak bersimpati kepada Suwadi yang telah berhasil merebut kekasih hatinya. (22) Ia menjadi murung, sakit-sakitan dan akhirnya karena nafsu makannya makin berkurang terus, ia meninggal dunia.
Demikianlah sekelumit kisah hidup tiga manusia di dunia ini yang sering kita jumpai.


Analisa
setiap point cetasika dominan yang muncul pada tiap kemungkinan pikiran-pikiran tokoh cerita di atas.



































Analisa
(1)   issa              
(2)   macchariya   
(3)   macchariya   
(4)   dosa               
(5)   issa              
(6)   macchariya dan Issa   
(7)   lobha              
(8)   macchariya        
(9)   lobha              
(10)   mana              
(11)   macchariya

(12)   uddhacca

(13)   uddhacca

(14)   thina

(15)   middha

(16)   uddhacca

(17)   lobha tidak termasuk lobha sbg objek

(18)   ditthi

(19)   kukkucca

(20)   kukkucca

(21)   kukkucca

(22)   dosa







Penutup

apakah yang harus kita lakukan jika salah satu dari Akusala Cetasika 14 yang Muncul pada batin kita?

Sadari dan amati cetasika tersebut, renungkan, saat perenungan terjadi maka kebijakanaan akan muncul, dengan demikian berarti Sobhana Cetasika muncul, dan apabila dilakukan terus menerus maka batin kita akan terbiasa dengan Sobhana Cetasika sehingga akan semakin mengikis potensi munculnya Akusala Cetasika.